BIOGRAFI PENULIS
Nama : Bob Sadino
Lahir : Tanjungkarang, Lampung, 9 Maret 1933
Wafat : Jakarta, 19 Januari 2015
Agama : Islam
Pendidikan :
Lahir : Tanjungkarang, Lampung, 9 Maret 1933
Wafat : Jakarta, 19 Januari 2015
Agama : Islam
Pendidikan :
·
-SD, Yogyakarta (1947)
·
-SMP, Jakarta (1950)
·
-SMA, Jakarta (1953)
Karir :
·
Karyawan Unilever (1954-1955)
·
Karyawan Djakarta Lloyd, Amsterdam dan Hamburg (1950-1967)
·
Pemilik Tunggal Kem Chicks (supermarket) (1969-sekarang)
·
Dirut PT Boga Catur Rata
·
PT Kem Foods (pabrik sosis dan ham)
·
PT Kem Farms (kebun sayur)
Alamat Rumah:
Jalan Al Ibadah II/12, Kemang, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Telp: 793981
Alamat Kantor :
Kem Chicks Jalan Bangka Raya 86, Jakarta Selatan Telp: 793618
Jalan Al Ibadah II/12, Kemang, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Telp: 793981
Alamat Kantor :
Kem Chicks Jalan Bangka Raya 86, Jakarta Selatan Telp: 793618
Bernama
lengkap Bob Sadino. Lahir di Lampung, tanggal 9 Maret 1933, wafat pada tanggal
19 Januari 2015. Beliau akrab dipanggil dengan sebutan 'om Bob'. Ia adalah
seorang pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan dan
peternakan. Ia adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick. Dalam
banyak kesempatan, ia sering terlihat menggunakan kemeja lengan pendek dan celana
pendek yang menjai ciri khasnya. Bob Sadino lahir dari sebuah keluarga yang
hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang
tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta
kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup
mapan.
Bob
kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam
perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9
tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di
Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan
hidupnya, Soelami Soejoed.
Pada
tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes
miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang
tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah
beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari
pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.
Pekerjaan
pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil
Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu
ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah.
Karena
tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu.
Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan
hidup yang dialaminya.
Suatu
hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam untuk melawan depresi yang
dialaminya. Bob tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi
berwirausaha. Bob memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat
ilham, ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.
Sebagai
peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor.
Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan,
terutama orang asing, karena mereka fasih berbahasa Inggris. Bob dan istrinya
tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, di mana terdapat banyak menetap orang
asing.
Tidak
jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing sekalipun. Namun
mereka mengaca pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun
terjadi pada diri Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama
kelamaan Bob yang berambut perak, menjadi pemilik tunggal super market (pasar
swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek dan
celana pendek.
Bisnis
pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis, khususnya
holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di
Indonesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa
daerah.
Bob
percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan.
Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkir
balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang penting kemauan, komitmen,
berani mencari dan menangkap peluang.
Di
saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu
baku dan kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang
telah ia lakukan. Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat
rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “Yang paling penting tindakan,”
kata Bob.
Keberhasilan
Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke
lapangan. Setelah jatuh bangun, Bob trampil dan Advertisement menguasai bidangnya.
Proses keberhasilan Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu,
kemudian praktik, lalu menjadi trampil dan profesional. Menurut Bob, banyak
orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih, arogan,
karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain.
Sedangkan
Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran dan keluhan
pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati pelanggan dan mampu
menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan
diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha melayani pelanggan sebaik-baiknya.
Bob
menempatkan perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua anggota keluarga Kem
Chicks harus saling menghargai, tidak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan
kekuatan.
Seorang
Anak Guru
Kembali
ke tanah air tahun 1967, setelah bertahun-tahun di Eropa dengan pekerjaan
terakhir sebagai karyawan Djakarta Lloyd di Amsterdam dan Hamburg, Bob, anak
bungsu dari lima bersaudara, hanya punya satu tekad, bekerja mandiri. Ayahnya,
Sadino, pria Solo yang jadi guru kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang, meninggal
dunia ketika Bob berusia 19.
Modal
yang ia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes buatan tahun 1960-an. Satu ia jual
untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu, kawasan
Kemang sepi, masih terhampar sawah dan kebun. Sedangkan mobil satunya lagi ditaksikan,
Bob sendiri sopirnya.
Suatu
kali, mobil itu disewakan. Ternyata, bukan uang yang kembali, tetapi berita
kecelakaan yang menghancurkan mobilnya. ”Hati saya ikut hancur,” kata Bob.
Kehilangan sumber penghasilan, Bob lantas bekerja jadi kuli bangunan.
Padahal,
kalau ia mau, istrinya, Soelami Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris
di luar negeri, bisa menyelamatkan keadaan. Tetapi, Bob bersikeras, ”Sayalah
kepala keluarga. Saya yang harus mencari nafkah.”
Untuk
menenangkan pikiran, Bob menerima pemberian 50 ekor ayam ras dari kenalannya,
Sri Mulyono Herlambang. Dari sini Bob menanjak: Ia berhasil menjadi pemilik
tunggal Kem Chicks dan pengusaha perladangan sayur sistem hidroponik.
Lalu
ada Kem Food, pabrik pengolahan daging di Pulogadung, dan sebuah ”warung”
shaslik di Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta. Catatan awal 1985 menunjukkan,
rata-rata per bulan perusahaan Bob menjual 40 sampai 50 ton daging segar, 60
sampai 70 ton daging olahan, dan 100 ton sayuran segar.
”Saya
hidup dari fantasi,” kata Bob menggambarkan keberhasilan usahanya. Ayah dua
anak ini lalu memberi contoh satu hasil fantasinya, bisa menjual kangkung Rp
1.000 per kilogram. ”Di mana pun tidak ada orang jual kangkung dengan harga
segitu,” kata Bob.
Om
Bob, panggilan akrab bagi anak buahnya, tidak mau bergerak di luar bisnis
makanan. Baginya, bidang yang ditekuninya sekarang tidak ada habis-habisnya.
Karena itu ia tak ingin berkhayal yang macam-macam. Haji yang berpenampilan
nyentrik ini, penggemar berat musik klasik dan jazz. Saat-saat yang paling
indah baginya, ketika shalat bersama istri dan dua anaknya.
Meninggal
Dunia
Setelah
sempat dirawat selama dua bulan, pengusaha nyentrik Bob Sadino akhirnya
menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta pada hari
Senin, tanggal 19 januari 2015 setelah berjuang dengan penyakitnya yaitu infeksi
saluran pernafasan kronis.
Bob
Sadino dikatakan sudah tak sadar dalam 2-3 minggu. Penyakitnya terkait dengan
usianya yang sudah lanjut serta kondisinya yang makin menurun setelah istrinya
meninggal dunia pada Juli 2014.
Ringkasan Buku "Mereka Bilang saya Gila" BOB SADINO
Bagian
I
MEMILIH
MISKIN
Bob Sadino, lahir dengan nama Bambang Mustari Sadino di Tanjung
Karang, Lampung pada 9 Maret 1933. Sejak kecil ia hidup ditengah - tengah
keluarga yang berkecukupan, memiliki kehidupan dan lingkungan pergaulan relatif
baik. Lulus SMA tahun 1953 Bob Sadino langsung bekerja di Unilever tetapi
sempat berhenti beberapa bulan karena kuliah di Fakultas Hukum Universitas
Indonesia. Karena tidak betah hanya berkubang dengan teori di bangku kuliah,
kemudian Bob Sadino bergabung lagi di Perusahaan Unilever untuk beberapa tahun
lamanya sampai akhirnya ia meloncat ke perusahaan pelayaran dan ekspedisi yaitu
Djakarta Llyod. Selama bekerja di perusahaan pelayaran dan ekspedisi, Bob
Sadino sering singgah di Benua Eropa. Bob Sadino sempat tinggal dan bekerja
selama sembilan tahun di Hamburg dan Amsterdam, dengan besaran gaji di Eropa,
membuat kehidupan Bob Sadino relatif serba berkecukupan, siang kerja malam
pesta dan dansa.
Bekerja
di perusahaan orang konsekuensinya harus diperintah oleh atasan yang justru
sering kali membuat Bob Sadino merasa tertekan, apalagi Bob Sadino mempunyai
atasan yang menurutnya ‘goblok’. Akhirnya Bob Sadino tanpa rencana memutuskan
keluar dari pekerjaannya dan meninggalkan fasilitas dan kenyaman hidup yang ia
miliki saat itu. Ia pulang ke Jakarta tahun 1967 dan harus memulai kembali
hidupnya dari nol.
Sesungguhnya,
keluar dari zona kenyamanan dan masuk ke alam kehidupan ‘antah berantah’ itulah
yang menjadi titik berangkat krusial dalam sejarah Bob Sadino. Hal ini tentu
mengherankan dan bagi kebanyakan orang pasti dianggap mengada-ada dikarenakan
bahwa Bob Sadino adalah orang punya dan cukup segalanya, dari kecil
berkecukupan terus, tetapi memutuskan untuk memiskinkan diri.
Resiko
atas pilihannya menjadi manusia merdeka, dan memilih untuk hidup miskin Bob
Sadino harus menyambung hidup keluarganya dengan pekerjaan apa saja. Sebagai
supir taksi gelap di Jakarta, namun karier taksi gelap harus macet dalam tempo
setahun karena taksi tertabrak dan rusak, dan tidak ada dana untuk
memperbaikinya. Kemudian Bob Sadino harus bekerja menjadi kuli bangunan dengan
upah hanya seratus rupiah setiap harinya. Disinilah ia merasakan arti
kemelaratan yang sesungguhnya. Kadang makan cuma pakai lauk ikan asin, kadang
harus cari lauk dengan memancing ikan di rawa – rawa di daerah Kemang.
“Apa
yang kau cari Bob?”. Barang kali, itulah pertanyaan yang terus – menerus
mendera gendang telinga Bob.
Teman
– teman sepergaulan Bob di Eropa, kakak-kakaknya yang hidup berkecukupan
mendengar kabar keadaan Bob jadi sangat prihatin dan bermaksud menawarkan
bantuan dengan setengah memaksa kepada Bob, tapi jawaban Bob sangat tegas,
“satu – satunya bantuan yang saya perlukan adalah jangan bantu saya.” Dengan
penuh kesadaran Bob yang merasa terlampau lama hidup dalam kemanjaan ia
nyatakan sikapnya untuk tetap bebas tanpa pengaruh dan kendali siapapun.
Berbekal
karunia pancaindera dan akal, ia terus mencari celah untuk mengubah
kehidupannya. Sampai suatu ketika, mata Bob tertuju pada perbedaan antara telur
ayam lokal dengan telur ayam negeri, ia juga melihat adanya suatu peluang untuk
memasarkannya ditempat tinggalnya daerah Kemang, Jakarta Selatan, yang sejak
dulu banyak dihuni kaum ekspatriat.
Bob
meminta sahabatnya di Belanda mengirimkan anak-anak ayam petelur serta ayam
broiler. Berbekal beberapa puluh anak ayam itulah Bob merajut peruntungannya
tanpa bekal pengetahuan tentang beternak ayam. Namun Bob yakin bahwa informasi
dan pengetahuan bisa didapatkannya dari majalah-majalah kejuruan terbitan
Belanda. Akhirnya anak-anak ayam itupun berkembang dan menghasilkan telur untuk
dijual. Awalnya Bob menjual telur-telur tersebut dengan mengayunkan kaki
sendiri dari pintu ke pintu yang dibantu oleh istrinya.
Sedikit
demi sedikit pelanggan telur yang kebanyakan kaum ekspatriat pun bertambah,
pelanggan lokal juga semakin mengenal dan menyukai telur ayam negeri. Akhirnya
dengan memanfaatkan teras dan garasi Bob Sadino membuka toko Kemchicks. Produk
yang dijual semakin beragam dan itu menandai kibaran bendera sukses Bob Sadino.
Merdeka
dalam pilihan dan sikap adalah awal dari perubahan apapun, termasuk awal
perubahan bagi kehidupan wiraswasta, memiliki sesuatu yang tidak bisa
dipengaruhi oleh apapun dan siapapun, intinya harus memerdekakan diri dulu
sebelum melangkah ke dunia entrepreneur.
Dunia entrepreneur adalah dunia yang penuh
dengan tantangan maupun peluang. Bob Sadino mengawalinya dengan memilih
memiskinkan diri, Bob menganggap miskin waktu itu adalah tantangan, challenge.
Saat miskin Bob Sadino merasakan powernya orang miskin. Menurut Bob
Sadino ada power dalam kemiskinan, itu tantangan, powerful seperti magma yang
sedang bergejolak di dalam gunung berapi.”
Bob
Sadino memutuskan untuk memiskinkan diri adalah untuk mengosongkan gelas
kehidupannya supaya gelas itu bisa kembali menerima isi-isi baru,
pengalaman-pengalaman baru, serta berbagai variasi baru.
Merefleksi
pengalamannya sendiri, Bob merasakan bahwa orang miskin hanya punya sedikit
pilihan hidup, bahkan kadang sama sekali tidak punya pilihan alias tidak ada
kuasa untuk memilih. Bob mengatakan bahwa kondisi tidak ada pilihan ini
mengandung power atau kekuatan yang luar biasa. Misalnya pilihan yang harus
dilakukan hanya berwiraswata, maka wiraswasta itulah kekuatan satu-satunya
untuk mengubah hidupnya.
Bagian
II
RODA
BOB SADINO
Menurut
Bob Sadino, “ada yang salah dengan sistem pendidikan kita, dan para sarjana
yang nganggur itu adalah produk sistem pendidikan kita. Kebanyakan orang pintar
yang hanya tahu ilmu, tapi tidak bisa praktik. Menurutnya sebaiknya orang-orang
yang ada di kuadran TAHU yang ada di sekolah – sekolah dan di kampus – kampus
terus menerus menyeberang ke kuadran BISA, di kuadran JALANAN atau kuadrannya
MASYARAKAT. Melalui kuadaran BISA itulah kelak para mahasiswa menjadi manusia –
manusia yang terampil dan ahli.
Untuk mengomunikasikan gagasan – gagasan Bob Sadino terpaksa
membuat model atau konsep supaya kerangka pikirnya bisa terkomunikasi secara
lebih jelas lagi. Model kompetensi yang diciptakan oleh Bob Sadino diberi nama
Roda Bob Sadino (RBS).
Pada prinsipnya, RBS adalah suatu diagram yang menggambarkan
perputaran kehidupan seseorang, yang didalamnya berlangsung proses pembelajaran
berupa dialektika atau sintesis antara ilmu / teori dan praktek, yang pada
akhirnya menggambarkan tingkat kemampuan, kecakapan, atau kompetensi seseorang.
Model RBS ini semula dititikberatkan untuk menggambarkan proses pembelajaran
dalam dunia entrepreneur. Tapi pada perkembangannya,
model ini bisa ditarik untuk menganalisis berbagai permasalahan masyarakat
sejauh permasalahan itu bersangkut – paut dengan kompetensi seseorang.
Konsep RBS digambarkan dalam sebuah lingkaran menyerupai roda
yang dibagi menjadi empat kuadran. Masing-masing kuadran pada dasarnya
menggambarkan tingkat kompetensi sekaligus wilayah pembelajaran seseorang.
Kuadran pertama, yang terletak disebelah kiri bawah disebut dengan kuadran
TAHU. Berikutnya, kuadran kedua terletak di sebelah kanan bawah dan disebut
kuadran BISA. Kuadran ketiga terletak di sebelah kanan atas dan disebut kuadran
TERAMPIL. Sementara kuadran keempat yang terletak di sebelah kiri disebut
dengan kuadran AHLI.
Adapun yang dimaksud dari
masing-masing kuadran tersebut yakni :
1.
Kuadran Tahu
Digunakan oleh Bob Sadino untuk menggambarkan proses belajar di
sekolah pada umumnya atau kampus pada khususnya. Bob Sadino sering menyebutkan
kuadran pertama dengan kuadran KAMPUS atau kuadran SEKOLAH.
Di kampus atau di sekolah seseorang belajar berbagai macam teori
sampai kemudian lulus dengan mendapatkan gelar. Titik berat dari proses
pembelajaran di kuadran pertama ini adalah mengetahui sebanyak mungkin teori
dan informasi.
Kelemahan utama kuadran TAHU ini adalah pada soal praktik di
lapangan atau dalam kehidupan riil di tengah – tengah masyarakat. Teori yang
dikuasai tidak otomatis dapat diaplikasikan di masyarakat. Hal tersebut
disebabkan oleh sifat teori yang umumnya selalu tertinggal oleh dinamika
masyarakat. Karena teori biasanya disusun berdasarkan riset atau fakta dan
informasi yang sudah berlalu cukup lama.
2.
Kuadran BISA
Kuadran BISA disebut juga kuadran MASYARAKAT atau kuadran
JALANAN. Kuadran ini menggambarkan bagaimana orang-orang yang tidak sekolah
belajar melakukan atau mengerjakan sesuatu pekerjaan di berbagai bidang dan
tidak menyandarkan diri pada teori-teori tertentu karena memang tidak menguasai
teori. Wilayah belajar mereka adalah dalam dunia praktik dalam kehidupan rill
atau di tengah – tengah masyarakat.
Orang-orang di kuadran BISA dapat saja mengerjakan pekerjaannya
dengan benar, tetapi bisa pula melakukan kesalahan dan ini menjadi sumber
pembelajaran yang utama. Karena proses belajar dalam bentuk praktik yang
berulang – ulang itulah orang-orang yang sebelumnya tidak bisa menjadi bisa.
Dari sisi praktis, orang-orang di kuadran BISA adalah orang-orang yang
kompeten. Mereka bisa melakukan atau mengerjakan sesuatu pekerjaan, dan oleh
karenanya mereka pasti tahu tentang apa yang dikerjakannya.
3.
Kuadran TERAMPIL
Kuadran ini biasanya merupakan tempat orang-orang yang sudah
melewati kuadran TAHU maupun kuadran BISA. Menurut Bob, idealnya orang-orang
yang di kuadran TAHU terus – menerus menguji teori-teorinya di kuadran BISA,
begitu juga sebaliknya. Dialektika kedua kuadran tersebut akan meningkatkan
efektifitas teori maupun cara kerja masing-masing kuadran. Hasil proses
dialektika antara kedua kuadran di atas umunya akan mengarahkan orang-orang
yang tahu teori untuk terus menguji efektifitas teorinya. Orang-orang yang bisa
karena diasah oleh praktik dapat semakin efektif bekerja karena dikuatkan oleh
teori dan metode yang aplikabel. Hasil dari proses saling menguatkan ini adalah
meningkatnya kemampuan seseorang, sehingga kinerjanya bisa
dipertanggungjawabkan. Maka masyarakat menyebut orang tersebut sebagai orang
yang skillfull atau terampil dibidangnya.
Bob mengategorikan orang kuadran TERAMPIL ini sebagai respons-able dan accountable. Respons-able berarti
memiliki kemampuan merespon setiap permasalahan dengan tepat. Accountable berarti
memiliki kemampuan mengatasi persoalan secara bertanggungjawab.
4.
Kuadran AHLI
Orang-orang dari kuadran TERAMPIL akan memasuki kuadran keempat
yaitu kuadran AHLI, atau kuadran EXPERT, atau kuadran PROFESIONAL. Bob Sadino
sering menyebut kuadran ini kuadran ENTREPRENEUR. Penghuni kuadran AHLI ini
adalah mereka yang selain telah berhasil meningkatkan keterampilannya,
responsive dan bertanggung jawab, juga karena mampu memberikan manfaat kepada
banyak orang, serta diakui kompetensinya oleh masyarakat luas.
Sebenarnya antara kuadran TERAMPIL dan kuadran AHLI tipis sekali
bedanya, tapi perbedaan yang sangat prinsip dan jelas adalah bahwa predikat
AHLI itu merupakan pengakuan yang diberikan masyarakat luas, bukan klaim
pribadi. Para penghuni kuadran AHLI inilah yang sejatinya bisa menjadi
teladan, role model, atau penyuluh bagi orang-orang yang masih
berada di kuadran TAHU maupun BISA, supaya mereka dapat naik ke kuadran
berikutnya.
Idealnya setiap orang berproses atau berputar (melawan arah
jarum jam), serta berdialektika sepanjang hayat dalam lingkaran kuadaran –
kuadran tadi. Dimulai dari kuadran TAHU yang menyeberang ke kuadran BISA dan
dari kuadran BISA menyeberang ke kuadran TAHU, untuk meningkatkan efektifitas
masing-masing. Pada tingkat berikutnya dari kuadran BISA terus berproses
meningkatkan kemampuan sehingga orang bisa masuk ke kuadran TERAMPIL. Setelah semakin
meningkat kompetensinya kuadran TERAMPIL bergeser ke kuadran AHLI dan dari
kuadran AHLI akhirnya masuk lagi ke kuadran TAHU, lalu perputarannya kembali
dari awal.
Dari kacamata Roda Bob Sadino (RBS) ini jelaslah bahwa akar
masalah sarjana yang menganggur adalah karena kuadaran TAHU enggan menyeberang
ke kuadran BISA. Akar masalah pendidikan kita adalah karena kurikulum maupun
tenaga pengajarnya tidak diacukan pada prinsip dialektika antara teori dan
praktek. Akar kemiskinan masyarakat salah satunya juga karena para sarjana yang
tidak kompeten. Mereka gagal menciptakan lapangan kerja bagi diri sendiri,
terlebih bagi orang lain. Sementara orang-orang kuadran TAHU yang menerobos ke
kuadran TERAMPIL atau kuadran AHLI telah menghasilkan ahli-ahli yang tidak
kompeten. Dan akhirnya merekalah yang memberikan panduan, penyuluhan dan
bimbingan yang menyesatkan bagi orang-orang di kuadran bawah.
Bob memandang bahwa spirit entrepreneurship harus
mulai dikembangkan di sekolah – sekolah kejuruan dan terutama sekali di
kampus-kampus, kalau tidak ingin sekolah atau perguruan tinggi hanya mencetak
pengangguran.
Bagian
III
REVOLUSI
SISTEM PENDIDIKAN
Bob
Sadino sering mengungkapkan ilustrasi sederhana untuk menunjukkan, betapapun
banyaknya pengetahuan dan teori yang dikuasai, kalau tidak mampu
mengaplikasikannya tidak ada gunanya.
Menurut Bob Sadino sistem pendidikan kita salah, ia memberikan
referensi sekolah tinggi yang benar itu seperti sekolah tinggi kedokteran.
Karena sejak awal, selain belajar teori juga belajar praktik. Terus berproses
hingga akhir masa studi.
Sistem pendidikan di Indonesia menurut Bob Sadino bukan
pendidikan tapi pengajaran. Artinya para guru hanya memindahkan isi kepala si
guru ke kepala si murid.
Bagi Bob Sadino, memandang persoalan sistem pendidikan di
Indonesia beserta outputnya itu tidaklah terlalu rumit. Ia berangkat dari
perspektif entrepreneur yang besar dan matang di kuadran BISA,
di kuadran jalanan atau masyarakat. Bahwa, pendidikan harus didasarkan pada
teori yang dipraktikkan. Untuk itu seorang pengajar / pendidik harus
benar-benar menguasai pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan kepada para
muridnya, tidak sekedar memberitahu, tetapi harus memberi contoh melakukannya.
Dalam pandangan Bob Sadino basic dasar ilmu pendidikan adalah
mendidik dengan keteladanan, tidak hanya lewat mulut atau verbal
saja.
Sistem pendidikan di Eropa berbeda dengan sistem pendidikan di
Indonesia, di Eropa mengajarkan keterampilan dengan memberi contoh konkret.
Ketika guru ingin menjelaskan cara mengerjakan sesuatu, maka guru tersebut
mempraktekkannya terlebih dahulu, dan para murid tinggal mencontoh cara yang
benar.
Di Indonesia pernah muncul konsep pendidikan link and match pada
zaman menteri pendidikan dijabat Prof. Dr. Ir. Wardiman Djoyonegoro alumnus
dari Jerman. Tujuannya sangat baik, yaitu mendekatkan dunia pendidikan dengan
kebutuhan riil masyarakat akan tenaga – tenaga terampil. Namun konsep
pendidikan tersebut terlupakan begitu saja.
Bob menunjukkan situasi di Indonesia berbeda dengan negara –
negara di Eropa dimana tenaga-tenaga kerja level rendahan justru sulit didapat.
Perusahaan – perusahaan mendapatkan insentif pajak bila menerima siswa-siswa
magang. Tenaga-tenaga terampil disana mendapat upah yang sangat baik, sekalipun
mereka bukan sarjana, ini menunjukkan iklim simbiosis mutu alis antara kalangan
bisnis dengan masyarakat pendidikan pada umumnya.
Hal tersebut tentu sangat berbeda di Indonesia, yang terjadi
adalah sebaliknya, pengangguran tidak terdidik begitu besar jumlahnya, sarjana
nganggur juga tidak kalah banyaknya, tidak sedikit lulusan perguruan tinggi
yang bersedia bekerja di posisi yang tidak sesuai dengan jurusan pendidikan
mereka serta mau digaji rendah.
Menurut Bob Sadino cara mengurai kompleksitas masalah
pengangguran dan kemiskinan begitu sederhana. Saat angka pengangguran tak
terdidik maupun terdidik membengkak seperti sekarang, dan kondisi ekonomi pada
umumnya semakin sulit, maka tersedianya tenaga terampil yang siap diserap oleh
pasar kerja adalah solusi paling mendesak. Memberantas kemiskinan dan
mengurangi angka pengangguran butuh revolusi pendidikan, tetapi sejatinya bisa
dilihat dari perspektif yang sesederhana itu.
Bagian
IV
MAHASISWA
WIRASWASTA
Demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa untuk menyampaikan
/ mempertahankan aspirasi masyarakat, tentu menjadi suatu kekhawatiran bagi
para orang tua. Ditambah lagi demonstrasi yang berujung pada suatu kericuhan
bahkan menjurus ke anarkis. Sebagai seorang entrepreneur Bob
Sadino mengemukakan gerakan – gerakan mahasiswa sekarang ini seharusnya
diarahkan pada aktivitas yang lebih konstruktif. Menurutnya selain
berdemonstrasi ada pilihan lain bagi mahasiswa yaitu berwiraswasta.
Lagi-lagi
menurut Bob Sadino sistem pendidikan di Indonesia benar-benar tidak ideal,
“pendidikan hanya memindahkan isi otak pengajar kepada mahasiswa yang tidak
lain adalah sampah, sampah informasi, sampah teori dari buku – buku.
Menurut
Bob Sadino seharusnyalah para guru dan para pengajar itu bisa memberikan lead,
memimpin yaitu mampu memberikan contoh. Tenaga pengajar harus bisa
menjadi role model. Misalnya kalau si pengajar mengajarkan
kewiraswastaan ya pengajarnya haruslah seorang wiraswasta.
Hampir
disetiap kesempatan mengisi kuliah umum dan seminar di kampus-kampus, Bob
sering memprovokasi para mahasiswa dan dosennya untuk berani mengambil
keputusan drastis. Ia sering merujuk buku karya Edy Zaqeus yang berjudul,
“Kalau Mau Kaya Ngapain Sekolah”
Pada
setiap kesempatan Bob Sadino selalu meneror mahasiswa, “Kalau anda ingin
menjadi entrepreneur keluar sekarang juga dari kampus, dan
jangan pernah kembali lagi! Karena anda ingin jadi entrepreneur kan?
Buat apa sekolah, anda tidak akan kaya, dan anda bukannya tambah pintar, tapi
akan tambah bodoh karena di luar sana ada hampir satu setengah juta sarjana
menganggur. Bukankah itu berarti anda kuliah disini untuk jadi calon
penganggur, jadi seperti mereka mau nggak? Kalau enggak mau keluar….!!
Untuk
setiap provokasi yang dilontarkan oleh Bob Sadino, ia menghimbau mahasiswa
supaya pernyataan – pernyataannya tidak ditelan mentah – mentah. “Saya yakin
saya berhadapan dengan orang-orang pintar, semestinya mereka mau menganalisis
pernyataan tersebut, lihatlah cara berpikir saya, lihat apa yang ingin saya
sampaikan.
Bob
Sadino sering meneror mahasiswa keluar dari kampus, Bob mengaku tidak pernah
menyatakan sekolah atau kampus itu jelek. Dalam hal ini Bob mengemukakan bahwa
pilihan keluar dari kampus itu sama nilainya dengan tetap bertahan di kampus
untuk meraih gelar sarjana. Namun kalaupun gelar sarjana adalah pilihan yang
diambil, akan lebih baik kalau mereka para sarjana itu bermanfaat bagi diri
sendiri maupun masyarakatnya, bukan malah menjadi beban masyarakat.
Ketika menyatakan bahwa informasi, buku-buku atau teori – teori
yang diajarkan para dosen itu adalah sampah, ia juga mengaku tidak pernah
menyatakan sampah itu tidak bermanfaat. Sampah kalau diolah dengan benar, pasti
ada manfaatnya dan itu sudah terbukti. Ia meneror para mahasiswa supaya mereka
berproses, berpikir, dan berani menggeser paradigmanya. Bahwa titel sarjana,
menguasai teori, atau jadi orang yang serba tahu itu tidak cukup untuk bergelut
dengan tantangan di masyarakat.
Dari
setiap teror, provokasi yang dilontarkan Bob Sadino kepada mahasiswa Bob Sadino
ingin menyampaikan bahwa teori dan praktek harus bertemu, berdialektika,
sehingga menumbuhkan keterampilan.
Upaya – upaya mengurangi beban pengangguran dari kalangan
terdidik sesungguhnya bisa dimulai dengan mengenalkan semangat wiraswasta di
kalangan mahasiswa. Energi mahasiswa yang sangat berlebih itu mestinya juga
diarahkan kepada aktivitas – aktivitas kewiraswastaan. Gejala yang tumbuh di
kota – kota besar sudah menunjukkan bahwa ada cukup mahasiswa yang bergerak ke
arah tersebut. Bob Sadino mengemukakan kalau orang-orang pintar (mahasiswa)
yang berwiraswata, efek demonstrasinya akan sangat besar.
Bagian
V
THE
HEART OF THE ENTREPRENEUR
Menurut
Bob Sadino untuk menjadi seorang entrepreneur sukses, jangan jadi orang pintar
yang banyak tahu saja. Tapi jadilah orang bodoh yang serba bisa. Kalau orang
pintar tahu belum tentu bisa tapi kalau orang BISA sekalipun dia bodoh pasti
dia tahu.
Kesejatian
seorang entrepreneur yaitu, menjadi manusia merdeka dalam berpikir, bersikap
dan bertindak. Bob mengingatkan untuk menjadi seorang entrepreneur pertama-tama
harus berani menjadi manusia bebas merdeka. Kebebasan adalah jantungnya sang
wiraswasta, the heart of the entrepreneur. Bebas dari belenggu rasa
takut, bebas dari harapan berlebihan dan bebas dari belenggu pikiran sendiri.
Berikut
ini adalah arti kebebasan menurut Bob Sadino, pertama orang
yang berwiraswasta harus berani membebaskan dirinya dari rasa takut. Banyak
ragam rasa takut, seperti takut memulai usaha, takut ambil keputusan, takut
ambil peluang, takut menanggung resiko, takut gagal, takut menderita, dan masih
banyak lagi takut lainnya. Rasa takut tidak membawa seseorang beranjak
sejengkal pun dari tempatnya yang semula. Oleh sebab itu, kalau mau bergerak
lebih jauh, mau berpetualang di dunia wiraswasta, usir jauh-jauh belenggu rasa
takut itu.
Berikutnya belenggu kedua adalah terlalu banyak
berharap, jika mau berwiraswasta, buang jauh-jauh harapan yang terlalu
berlebihan. Ini kedengarannya paradoks dengan anggapan umum bahwa harapanlah
yang mendrive seseorang supaya dapat bertindak penuh semangat dan pantang
menyerah. Bahkan dalam ilmu manajemen modern, harapan itu tidak ubahnya target
atau sasaran pencapaian yang harus dimiliki oleh setiap orang yang ingin maju.
Disini harapan adalah bagian tidak terpisahkan dari rencana kesuksesan
seseorang. Bob Sadino mengemukakan seorang entrepreneur jangan terlalu banyak
berharap semakin banyak berharap semakin banyak kecewa, semakin sedikit
berharap semakin sedikit kecewa. Menurutnya anjuran ilmu manajemen modern
merupakan sebuah jebakan yang membahayakan.
Bob Sadino mengharapkan untuk menjadi seorang entrepreneur harus
membebaskan diri dari harapan – harapan berlebihan. Tanpa harapan berlebihan
orang bisa berwiraswasta seperti tanpa beban sehingga langkah-langkah dan
pilihan – pilihan menjadi lebih bisa dinikmati.
Belenggu yang ketiga adalah pikiran sendiri.
Banyak orang yang hendak menjadi entrepreneur tidak menyadari bahwa pikiran
sendiri bisa sedemikian membelenggu atau menghambat langkah ke depan. Belenggu
pikiran itu bisa berupa teori – teori, konsep – konsep, persepsi – persepsi,
pengalaman – pengalaman atau bahkan keyakinan – keyakinan sendiri. Dimana
belenggu pikiran itu berasal dari dalam diri. Bisa pula berasal dari luar.
Belenggu pikiran berasal dari dalam bila itu muncul dari proses
– proses pengalaman, persepsi dan keyakinan pribadi. Sementara belenggu pikiran
dari luar bisa berbentuk teori-teori, konsep – konsep atau termasuk pikiran –
pikiran orang lain yang mengendap lama di pikiran sampai kemudian tanpa
disadari terasa sebagai pikiran sendiri.
Salah satu belenggu pikiran sendiri bisa ditelusuri dari
adanya doktrin ilmu manajemen modern yang menyatakan bahwa resiko usaha harus
diperkecil dengan perencanaan sematang mungkin, semakin matang dan detail
perencanaan dibuat, semakin kecil pula resiko kegagalan yang harus ditanggung.
Banyak teori dasar dalam ilmu manajemen yang justru membelenggu orang yang
hendak terjun berwiraswasta salah satunya contoh di atas. Menurut Bob dalam
berwiraswasta kata ‘harus’ tidak ada dalam wiraswasta karena itu akan
membelenggu pikiran orang.
Tiga
belenggu di ataslah yang selama menjadi penghalang utama bagi para sarjana yang
matang di kuadran TAHU tidak pernah berani menyeberang ke kuadran BISA. Dengan
mengenyahkan ketiga belenggu tersebut maka jalan untuk berwiraswasta mulai
terbentang.
Bagian
VI
SANDARAN
CALON ENTREPRENEUR
Dari
hasil analisis terhadap pengalamannya sendiri selama lebih dari 40 tahun
mengawali dan membesarkan Kemchicks Group, menurut Bob Sadino ada lima sandaran
yang perlu diperhatikan jika ingin menjadi entrepreneur sejati, yakni:
- Pertama,
memiliki kemauan untuk menjadi pengusaha atau wiraswasta. Kemauan yang kuat
adalah titik berangkat saat hendak memasuki kuadran BISA atau kuadran
masyarakat.
- Kedua
adalah komitmen yang kuat (determination)
- Ketiga
keberanian mengambil peluang
Tidak
berani mengambil peluang, berarti orang tidak bergulir atau tidak beranjak dari
tempatnya semula. Menurut Bob peluang dan resiko itu menyatu, seperti dua sisi
dari keping mata uang yang sama. Peluang adalah potensi pergerakan yang
membuahkan beragam akibat.
- Keempat
yaitu tahan banting dan tidak cengeng
Wiraswastawan
itu berkubang dengan hambatan, tantangan dan resiko dan kegagalan. Orang perlu
daya tahan yang luar biasa untuk memenangkan pertarungan tersebut. Menurut Bob
Sadino entrepreneur tidak tergantung pada orang lain, entrepreneur itu merdeka,
ia bebas, mandiri. Tidak meminta-minta atau mengemis bantuan, apalagi sampai
memaksa. Entrepreneur sejati tidak menunggu bantuan.
- Satu
sandaran lagi yang akan menyempurnakan si entrepreneur adalah bersyukur Kepada Yang Mahakuasa, sebab
apa? yang mahakuasalah yang menjadikan dia seperti itu. Tapi tidak semua
wiraswasta yang memiliki jam terbang tinggi ingat pada sandaran ini. Banyak
wiraswastawan yang sudah bergulir selama puluhan tahun, tapi tidak tahu cara
beryukur. Padahal, kalau sandaran kelima ini dimiliki, dahyatlah kehidupannya
….,”
Seorang entrepreneur selalu
digoda untuk terus melambungkan keuntungan yang dia peroleh, dalam setiap
bisnis yang dijalankannya si entrepreneur ini terus menuntut
keuntungan maksimal. Tetapi kalau hal ini menjadi tuntutan untuk terus menerus
menambah keuntungan tanpa batas, itu sudah greedy namanya.
Pada
titik inilah letak pentingnya sandaran bersykur. Gagal atau berhasil, untung
sedikit atau untung banyak, itu akan sama banyaknya kalau kita punya rasa
bersyukur. Entrepreneur yang tamak pasti tidak akan pernah bisa menikmati
keuntungan yang sedikit jumlahnya.
Bagian
VII
MENCIPTA
DAN MEMANFAATKAN PELUANG
Bob
menyitir rumus – rumus cara memulai usaha yang sudah sering dibahas di banyak
di buku manajemen. Pertama, adalah jadilah pioner atau yang pertama memelopori
usaha itu (be the first). Kalau tidak bisa jadi yang pertama, jadilah
yang terbaik diantara yang sudah ada (be the best), kalau keduanya gak
bisa, berbedalah dibanding yang lain (be different)
Mengenai
melihat peluang, menurut Bob Sadino sudah bukan lagi sesuatu yang perlu dicari
karena memang sudah ada dan tersedia secara cetho melo-melo (sangat
jela, terang benderang). Modal yang dibutuhkan sebenarnya sudah ada pada setiap
orang. Modal itu bukan modal material, tapi sekedar modal intangible. Cukup
dengan menggunakan mata untuk melihat dan mengamat-amati, maka peluang – peluang
usaha akan segera tampak. Berpikirlah dari ujung rambut sampai ujung kaki
disitu terdapat peluang untuk wiraswastawan.
Bagian
VIII
SENI
BERPIKIR BOB SADINO
Berikut
ini adalah cara berpikir Bob Sadino, yakni:
1.
Berbisnis tanpa punya
rencana dan tujuan
Dalam
konteks wiraswastawan sejati rencan bisa saja malah menjadi penghalang
keputusan. Ada kalanya peluang datang dalam sekejap sehingga butuh keberanian
untuk mengambil keputusan secepat-cepatnya.
Menurut
Bob Sadino sebuah rencana memang dibutuhkan, tetapi bergeraklah dulu, setelah
bisnis berjalan, buatlah rencana supaya memberikan hasil. Tapi jangan sampai
hanya berhenti di rencana atau jangan sampai rencana itu menghentikan anda
untuk mengambil langkah pertama dalam memulai bisnis.
2.
Berbisnis cara kegagalan,
cari rugi
Pola
berpikir Bob Sadino ini adalah membangun sikap mental yang kokoh dalam melihat
apa itu arti resiko serta bagaimana cara menyikapinya. Orang awam yang hendak
berbisnis biasanya sangat alergi dengan kata resiko. Tetapi sesungguhnya resiko
itu adalah bagian inherentda dunia entrepreneur. Sebab, dalam resiko ini pula
letaknya kesempatan dan peluang untuk meraih keuntungan. Semakin besar resiko
semakin besar pula kesempata atau peluangnya.
Satu
hal lagi kalau bisnis cari rugi tapi bisa untung walau sedikit, ya saya
bersyukur kepada Tuhan. Kalau bisnis untung besar itu nikmatnya luar biasa. Dan
rasa bersyukur itu tidak akan pernah ada habisnya.
3.
Tidak menghindari resiko,
tapi memburu resiko
4.
Tidak mempunyai harapan
5.
Mendorong dan membiarkan
anak buahnya berbuat salah
6.
Tidak akan pernah mau dan
tidak pernah bekerja keras untuk meraih sukses.
Bagian
IX
SENI
BISNIS BOB SADINO
Berikut
ini adalah ciri – ciri yang dapat menunjukkan cara atau seni bisnis Bob Sadino,
yakni:
1.
Mengalir dalam bisnis
Bob
Sadino tidak pernah merencanakan semua bisnisnya, mengalir saja dan lenturkan
pikiran, maka peluang akan terlihat dimana-mana itulah seninya berbisnis.
2.
Hidup Dalam Resiko Bisnis
Dimata
Bob Sadino resiko bisnis baik itu resiko untung maupun rugi sejatinya adalah
sesuatu yang inherent.
3.
Piawai Berkomunikasi
Bob
Sadino mengemukakan prinsipnya dalam berkomunikasi, “kepada siapapun anda
berbicara entah itu bicara pada orang yang anda kenal maupun tidak anda kenal
keluarga atau relasi bisnis, perlakukanlah mereka selayaknya seorang pelanggan”
dengan demikian maka tidak ada lagi godaan untuk berkomunikasi seenaknya
sendiri. Yang ada adalah upaya orang itu untuk memberikan pelayanan yang
terbaik kepada si lawan bicara alias sipelanggan tadi. Dampaknya si lawan
bicara akan merasakan suasana nyaman dan menikmatik keramah-tamahan, sehingga
mereka biasanya relatif mau membuka diri untuk berkomunikasi secara
menyenangkan.
4.
Service Excelent
Bob
Sadino mengandalkan prinsip sederhana, yaitu selalu berusaha memenuhi apa
kebutuhan dan keinginan pelanggan. Apabila kebutuhan dan keinginan pelanggan
bisa dipenuhi, mereka pasti merasa puas dan rela mengeluarkan uang, yang
sebanding dengan apa yang berhasl di delivered kepada mereka.
5.
Peka Potensi Pasar
Kemampuan
mencium peluang pasar harus terus dipertajam, caranya terus menambah jam
terbang dengan terjun ke lapangan, berkubang masalah dan bergelimang tantangan
di kuadran MASYARAKAT.
Bagian
X
LINGKARAN
BOB SADINO
Bob Sadino menggambarkan tahapan – tahapan kematangan kehidupan
seseorang dalam tiga bentuk lingkaran yang disebutnya Lingkaran Bob Sadino
(LBS).
- Lingkaran pertama,
HITAM-PUTIH yang isi didalamnya terbelah menjadi dua bagian berwarna
hitam-putih.
Ini
memperlihatkan orang-orang yang bertumpu atau dikuasai logika dan cara
berpikirnya hitam-putih, salah-benar, buruk-baik, malam-siang, goblok-pintar,
laki-laki – perempuan.
- Lingkaran kedua, ABU-ABU
yang isinya didalamnya masih terbagi menjadi dua bagian, namun dengan perbedaan
warna yang nyaris tidak ada (warna abu-abu) karena adanya perpaduan antara
hitam dan putih.
Pada
lingkaran ini orang bersandar pada hati dan kebijaksanaannya (wisdom) dalam
melihat berbagai konsep, teori, gagasan, gejala, fenomena dan realitas. Pada
lingkaran ini orang tidak semata melihat apa yang dianggap salah itu pasti
salah, tapi mungkin melihat ada kebenaran didalamnya.
- Lingkaran
ketiga, Lingkaran KOSONG atau tanpa isi, tidak ada warna hitam putih lagi, atau
tampak putih sama sekali.
Di
lingkaran inilah tempatnya, iman, kepercayaan, dan keyakinan. Orang sudah
sepenuhnya menyandarkan hidupnya pada kekuatan Yang Mahakuasa. Tidak adalagi
salah atau benar, karena yang ada adalah iman. Standarnya ikhlas. Tidak ada
lagi rencana dan pengharapan. Tidak ada lagi arah dan tujuan. Tanpa titik
karena hidup dijalani dalam keikhlasan yang sepenuh-penuhnya. Penyerahan total
kepada Yang Kuasa. Hidup dalam kesadaran akan kuasa mutlak Sang Mahapencipta.
Bob
Sadino menggambarkan hidup ini bak sebuah sungai yang mengalir dari
sumber-sumber air menuju lautan sebagai muaranya. Aliran air sungai itu
menuruni gunug, berkelok-kelok melewati hamparan tanah, mengalir begitu saja
dilempari sampah, kotoran tapi tetap mengalir dalam waktu yang cukup lama,
bertemu batu dia belok. Bob menegaskan hidup sudah ada yang mengatur dan
mengarahkan, Tuhan sudah menentukan dimana nanti ujungnya.
Demikian
ringkasan buku Mereka Bilang Saya Gila semoga menginspirasi dan bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar