4
Langkah Menyusun Talent Management
Talent Management atau disebut
Manajemen Talenta merupakan upaya untuk menarik, mengembangkan dan
mempertahankan karyawan terbaik dan kompeten sehingga betah dan mampu
memberikan kontribusi tertingginya dengan tujuan supaya sasaran perusahaan
dapat tercapai dengan maksimal.
Empat langkah-langkah talent
management, yaitu;
1.
Menyusun kompetensi inti organisasi dan
alat asesmennya
2.
Menyusun program pelatihan dan
pengembangan yang sesuai dengan tuntutan kompetensi inti organisasi
3.
Menilai kompetensi inti dan “Perkiraan
Potensi” setiap karyawan
4.
Mempersiapkan rencana tindak lanjut
Di sebuah perusahaan menerapkan talent
management yang dimulai dari tahap awal hingga akhir. Hal yang paling dasar
adalah terkait dengan merumuskan dan menyusun kompetensi inti perusahaan. Dalam
menyusun kompetensi inti perusahaan dimulai dari review visi, misi, filosofi
dan tujuan perusahaan. Dari sini tugas utama adalah membreak down dan
menganalisa tuntutan-tuntutan perusahaan dalam menghadapi tantangan-tantangan
bisnis ke depan.
Tahapan pertama adalah mengumpulkan
dokumen strategi perusahaan. Di dalam dokumen tersebut biasanya kita memperoleh
perihal visi, misi, tujuan perusahaan, sasaran perusahaan, nilai-nilai
budaya/organisasi yang disusun oleh manajemen dan dijadikan acuan manajemen
perusahaan dalam menjalankan roda bisnisnya. Dalam tahapan ini, kita
pahami dan pelajari terlebih dahulu secara mendalam, dan mengadakan workshop
terhadap senior manajemen untuk memberikan pemahaman perihal rencana strategi
perusahaan tersebut dan menggabungkan semua tahapan di atas mulai dari strategi
perusahaan, tuntutan organisasi, perilaku SDM yang perlu dibentuk sampai dengan
kompetensi yang dibutuhkan.
Penyusunan ini tentu tidak hanya
melalui wawancara saja tapi juga dengan workshop dan analisa mendalam yang kita
lakukan. Dari hasil analisa ini kita bisa lengkapi matriks yang bisa dijadikan tools dalam
penentuan core competency.
Hasil analisa sederhana diatas kemudian
diperoleh ranking kompetensi inti. Terdapat 7 kompetensi inti, namun hanya 5
kompetensi inti maksimum dalam sebuah perusahaan supaya bisa fokus memenuhi
tuntutan perusahaan yang sudah dicantumkan dalam visi, misi dan filosofi bisnis
perusahaan.
Misalnya, Lima besar kompetensi inti
perusahaan setelah dilakukan metode perbandingan berpasangan, sebagai berikut:
1.
Pro-fessionalism (PRO)
2.
S-afety Oriented (SAF)
3.
A-chievement (ACH)
4.
F-air Integrity (INT)
5.
E-xcellent Service
(EXC)
Kompetensi inti ini kemudian dibuatkan
standar kompetensinya melalui kamus kompetensi yang berisi definisi kompetensi,
uraian kompetensi dan level proficiensi mulai dari tingkat terbawah hingga
tingkat teratas. Setelah standar kompetensi dirumuskan dan disepakati langkah
selanjutnya adalah menilai kompetensi masing-masing jabatan yang ada
diperusahaan. Penilaian ini menggunakan asesmen dari pihak ketiga/vendor yang
ahli tentang asesmen kompetensi biasanya metode yang mereka pakai adalah dengan
pemberian tugas, role play, workshop, interview mendalam dan lain-lain.
Setelah diperoleh hasil asesmen maka
kompetensi suatu jabatan tersebut di bandingkan dengan standar baku yang sudah
dibuat. Dari sini muncul yang namanya Gap Kompetensi dimana standar kompetensi
yang diharapkan tidak sesuai dengan hasil asesmen sehingga diperlukan suatu
upgrade kepada jabatan tersebut dengan cara memberikan pelatihan atau
pengembangan sesuai gap kompetensi yang ada.
Dari hasil asesmen juga akan terlihat
potensi masing-masing karyawan. Nah, antara kompetensi dengan potensi ini
kemudian dibuatkan matrik sehingga akan diketahui mana karyawan yang masuk
kategori super keeper/superior, keeper/potensial, solid citizen/standar dan
misfit/deadwood.
Dibeberapa perusahaan untuk membuat
matrik talent (ada yang mengistilahkan human asset value) memperbandingkan dua
hal menyangkut dengan individual performance. Ada yang menggunakan Kompetensi
vs. Potensi. Ada pula yang menggunakan Kompetensi vs. Kinerja. Hal ini
tergantung dengan strategi bisnis perusahaan dan visinya dalam memproyeksikan
perusahaan ke depan.
Namun, secara pribadi, saya lebih
cenderung memakai Kompetensi vs. Kinerja karena dua hal ini mengevaluasi
pribadi karyawan dari dua sisi yang berbeda. Kompetensi mengevaluasi performa
karyawan dari sisi behavior dan attitude (soft competency). Sedangkan, Kinerja
mengevaluasi performa karyawan dari sisi output dan target dalam tugasnya (hard
competency) disini biasanya diambil dari hasil realisasi Key Performance
Individual (KPI).
Dengan matriks talent; kompetensi vs.
kinerja, maka akan dapat diketahui hasil masing-masing karyawan apakah masuk
dalam kategori super keeper, keeper, solid citizen dan misfit. Hal ini akan
membantu dalam mencapture pelatihan dan pengembangan seperti apa yang
dibutuhkan oleh masing-masing karyawan. Nah, pada konteks ini maka pelatihan
dan pengembangan karyawan berjalan selaras dengan visi, misi dan tujuan
perusahaan/organisasi. Begitu pula career path karyawan akan mudah
diidentifikasi dan didesain model yang terbaik buat perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar