Training Based on Competency
Pelatihan
ini berdasarkan suatu sasaran perilaku yang akan dituju, cakap dalam
melakukan sesuatu sesuai harapan. Kompetensi secara umum diartikan
sebagai kemampuan seseorang dalam hal pengetahuan, skil keterampilan dan
sikap kerja (Skill, Knowledge, Attitude).
Kalo saya biasanya mengingatnya dengan; Kepala, Tangan & Hati.
Skill = Hand (Tangan); ngukurnya paling gampang, mampu dipraktekkan dan dilihat.
Knowledge = Head (Kepala); ngukurnya agak gampang, harus diuji; wawancara/ tes tulis.
Attitude = Heart (Hati); ngukurnya rada sulit, penuh dengan psycological activities; assesment center dll.
"Si-Andi staf
Maintenance, orangnya cakap menangani masalah perpajakan, mampu
menjalankan SOP/ WI, pencapaian kinerjanya bagus. Namun dia sering
pemarah, temperamental, reaktif. Walaupun punya perilaku seperti itu,
namun toh pencapaian kinerjanya bagus. So whatt??"
Maka,
kompetensi perilaku memang sering tidak berhubungan dengan pencapaian
kinerja kuantitatif seperti volume produksi, breakdown mesin, efisiensi
biaya, dsb. Si Andi skillnya oke, pengetahuannya mantab hanya
perilakunya yang kurang.
Kembali ke pokok
bahasan tentang Competency. Mengapa Training Competencies Based ini
diperlukan ? Sebab secara individual perlu diukur kemampuannya (ada
dimana dia saat ini ?), Apa yang diperlukan organisasi untuk bertumbuh
dan siapa saja yang ada didalam team untuk mencapai itu? Dan pemetaan
kemampuan kerja adalah cara terbaik untuk tahu, kekuatan dan kelemahan
yang perlu diperbaiki untuk mencapai sasaran organisasi.
Untuk menghasilkan produk yang berkualitas, hasil kerja produktif dan
efektif dalam penggunaan sumber daya memerlukan pekerja yang handal,
pekerja yang mumpuni, pekerja yang terampil. Terampil disini bermakna
SKILL-full. Ahli dalam pekerjaannya. Untuk menentukan apakah benar
pekerja yang bekerja di sebuah mesin dengan aktivitas tertentu itu
terampil, perlu adanya Jobs Analysis yang ditekankan pada penilaian
kemampuan dalam terampil bekerja. Kemampuan dalam terampil bekerja
dibandingkan dengan tuntutan pekerjaan itu berdasar pada Daftar
Pekerjaan dan Ketrampilan yang dibutuhkan, dengan melihat kontek rencana
bisnis.
Celah perbedaan
disebut gaps, yaitu gas competencies. Dan ini dituangkan dalam daftar
dan peta kemampuan penguasaan pekerjaan (competencies Mapping).
Tindaklanjutnya adalah diadakannya Pelatihan dan pengembangan dengan
bentuk :
1. Program Pelatihan (formal dalam kelas dan jobs training)
2. Coaching face to face, sesuai prioritas kerja dan aktivitas yang ada (Dynamic Coaching)
3. Diskusi kelompok dalam kegiatan pemecahan masalah, improvement action dan Gugus Mutu/ QCC.
4. Proyek-proyek improvement, pengembangan kapasitas, pengembangan produk…
5. Proses delegasi dan suksesi
6. Bulletin, Majalah informasi tentang pekerjaan, Program Mentoring
PENGUKURAN GAP KOMPETENSI
Gap
kompetencies (kelemahan obyek) data primernya ialah dari atasan
langsungnya selaku user, dan data sekunder ialah dari ujian sertifikasi
kompetensi, rekan kerjanya dan data pencapaian target kerja (Performance Contract). Dia
(object karyawan), akan dinilai semua hal kemampuan yang sepatutnya
harus dimiliki. Nilai yang sederhana ialah bentuk sekala 1 s.d 5:
1=Tidak tahu, salah dalam menjawab pertanyaan
2=Menjawab dengan jawaban dasar (basic principles)
3=Menjawab dengan disertai alasan yang bersifat mendasar dan mampu mendemonstrasikan keahliannya.
4=Menjawab
dengan baik, mampu mendemonstrasikan dan menjelaskan "Do's and Don't"
(Apa yang tidak boleh dan apa yang harus dilakukan), mampu menganalisa
masalah.
5=Menjawab
dengan baik, mampu mendemonstrasikan da menjelaskan "Do's and Don't",
menganalisa masalah dan melakukan inovasi/improvement, mampu melatih
orang lain dan menjelaskan hal-hal apek mutu dan performance dari sebuah
kegiatan.
Treatment yang pas untuk setiap pencapaian nilai (level) ialah:
1=Beginning, Training dalam kelas dan praktek yang terstruktur dan ketat (Karyawan baru)
2=Training,
Pelatihan dalam kelas dan diluar kelas (praktek) oleh pihak Training
departement/ pihak luar yang kompeten dan juga Atasan langsung jika
memungkinkan.
3=Coaching, Face to face, nah... ini murni peran senior/ Atasan untuk mendevelopnya.
4=Monitoring, memonitor perkembangannya dan mulai lakukan pendelegasian kerja.
ini murni peran senior/ Atasan untuk mendevelopnya.
5=Delegasi tugas-tugas yang menantang untuk pengembangan diri. Umumnyat tidak butuh program pelatihan.
Jadi peran
lembaga pelatihan umumnya hanya "mengobati" pada pasien yang berlevel 1
dan 2 saja. Sedangkan untuk level 3 dan 4 murni atasan dan lingkungan
yang akan mendidik dan mengembangkannya.
RENCANA PROYEK
Untuk pelaksanaan training based on competencies, urutan kegiatan sbb:
1. Menentukan sasarn posisi, misal Tukang Kebun.
2. Menguraikan ketrampilan apa saja yang wajib dimiliki, Misal ada 3 yaitu; Penanaman, Pemupukan, Perawatan daun & batang.
3. Meminta "user" atasan untuk menentukan standard nilainya. Misal; Penanaman=4, Pemupukan=3, Perawatan=4.
4. Meminta atasan menilai kondisi aktual saat ini, berdasar pengamatan sehari hari.
5. Analisa GAP, dari tiga kompetensi wajib diatas, mana yang tidak mencapai target.
6. Validasi dengan melakukan ujian tulis dan wawancara sebagai data sekunder oleh pihak HRD/Training.
7. Finalisasi nilai bersama atasan.
8. Buat
program pelatihan terutama untuk yang bernilai 1 dan 2. Dan program
coaching untuk yang berlevel 3, misal penugasan untuk merangkum buku
tentang Tanaman Bunga lalu membuat presentasi adalah salah satu
treatment dalam orang yang berada dalam level 3.
9. Ukur efektifitas program pelatihan apakah telah efektif "mengobati" kelemahan karyawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar